Berita

Syarat Pendaftaran Beasiswa Bidikmisi 2013

Persyaratan pendaftaran program beasiswa bidikmisi :

Beasiswa-Bidikmisi-300x200

  • Siswa SMA/SMK/MA/MAK/ yang akan lulus pada tahun 2013
  • Usia maksimal 21 tahun
  • Lulusan 2012 yang bukan penerima Bidikmisi dan tidak sedang bertentangan dengan ketentuan penerimaan mahasiswa baru di masing-masing PTN
  • Kurang mampu secara ekonomi
  • Pendapatan kotor gabungan orangtua/wali sebesar-besarnya Rp3.000.000,00 setiap bulan;
  • Pendapatan kotor gabungan orangtua/wali dibagi jumlah anggota keluarga sebesar-besarnya Rp600.000,00 setiap bulannya; dan
  • Pendidikan orang tua/wali setinggi-tingginya S1 (Strata 1) atau Diploma 4
  • Pertimbangan khusus diberikan kepada pendaftar yang memenuhi persyaratan 1 s.d. 4, serta mempunyai prestasi ko-kurikuler maupun ekstra kurikuler paling rendah peringkat ke-3 di tingkat kabupaten/kota atau prestasi non kompetitif lain yang tidak ada pemeringkatan (minimal ketua organisasi siswa sekolah/OSIS)

Untuk informasi lebih lengkap silahkan kunjungi http://daftar.bidikmisi.dikti.go.id

Semoga artikel mengenai Syarat Pendaftaran Beasiswa Bidikmisi 2013 ini bermanfaat.

Uncategorized

Tips Cara Memilih Bidang Usaha

Salam wirausaha, memilih bidang usaha yang tepat bisa sangat membingungkan dan menyita waktu, tenaga serta pikiran. Dinamisnya perkembangan dunia bisnis dewasa ini membuat banyaknya bermunculan bidang-bidang usaha baru. Hal tersebut tak pelak bisa membuat kita bingung saat akan memulai berwirausaha, mana dan bidang usaha apa yang cocok dan prospek untuk kita tekuni ? Sebenarnya ada beberapa prinsip dasar yang bisa membantu kita dalam memilih bidang usaha untuk ditekuni. Kita bisa menggolongkannya kedalam 2 kelompok. Pertama, prinsip dasar inside dan outside. Prinsip dasar inside berhubungan langsung dengan kita sebagai pelaku usaha, diantaranya :
tips usaha

Tips usaha

Passion atau minat. Wirausaha adalah sebuah kegiatan yang berkelanjutan dan kontinue. Kita tidak bisa ber wirausaha hanya sesaat kemudian berhenti. Keberhasilan selalu berdampingan dengan ketekunan, tidak ada usaha yang tiba-tiba menjadi besar. Oleh sebab itu hendaknya kita memilih bidang usaha yang berhubungan dengan passion atau minat kita. Mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan minat kita tidak akan membuat kita merasa jenuh, dan ini sangat baik ketika kita berwirausaha. Disamping itu menjalankan usaha yang sesuai dengan minat akan lebih memperbesar prosentase keberhasilan usaha yang kita tekuni, sebab kita akan sangat bergairah dan bahagia saat harus menjalani kegiatan usaha seperti melayani konsumen, memanage karyawan dan sebagainya.

Kapabilitas atau kemampuan. Baik dan tidaknya perjalanan usaha kita akan sangat ditentukan oleh kemampuan kita menjalankan bidang usaha yang kita pilih. Oleh karena itu hendaknya pilih bidang usaha yang kita memang ada kemampuan untuk menjalankannya. Meski kemampuan ini bisa kita upgrade atau tingkatkan dengan belajar, namun alangkah lebih baik jika kita memulai usaha dengan sesuatu yang kita memang sudah memiliki kemampuan untuk bidang tersebut.

Sedangkan prinsip dasar outside berkenaan dengan kondisi pasar. Adakah pasar yang sesuai dengan bidang usaha yang kita pilih ? Sekarang dengan bantuan teknologi internet kita bisa memasarkan produk apa saja dari tempat manapun. Sebab internet memiliki fleksibilitas tinggi untuk menghubungkan kita dengan orang-orang yang tepat dan sesuai dengan produk yang kita tawarkan.

Itulah beberapa prinsip dasar yang bisa membantu kita dalam menentukan bidang usaha yang kita pilih.

Contoh kasus :

Misalkan kita punya hobi travelling, maka usaha jasa tour and travel bisa menjadi pilihan yang tepat untuk kita. Namun kita belum pernah melakukan perjalan ke luar negeri, bahkan ke seluruh obyek wisata dalam negeri. Kita baru menguasai informasi tour dan wisata untuk satu propinsi saja (misalnya propinsi kita). Maka kita bisa memulai usaha jasa tour and travelling khusus untuk satu propinsi (misalnya Jawa Timur). Kemudian sambil berjalan kita menambah ilmu dan kemampuan tentang tour and travelling luar negeri. Hal tersebut akan lebih mudah dan baik daripada kita langsung melayani tour and travel luar negeri kemudian kita tertatih-tatih dan tersandung-sandung menjalankannya.

Semoga bermanfaat. Selamat ber wirausaha dan sukses.

Sumber : http://www.artikelwirausaha.com
Berita

MAGANG ATAU ‘MAGANG’?

Harian Pikiran Rakyat 14/2/2011 memberitakan bahwa pada tahun 2011, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengintensifkan program pemagangan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) di berbagai perusahan dalam dan luar negeri. Hal ini dimaksudkan untuk melatih calon tenaga kerja agar memiliki keahlian dan ketrampilan yang matang sehingga mudah terserap di dunia kerja. Untuk mendukung program ini maka Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyatakan akan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bahkan (pemerintah pusat akan mengeluarkan) Peraturan Pemerintah untuk mengatur program ini.

Pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui siaran pers ini perlu dicermati sebab sebenarnya progam magang, khususnya magang di dalam negeri bukanlah program baru di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Bila demikian halnya, mengapa Menteri Tenaga Kerja ‘tiba-tiba’ kembali berbicara tentang magang?

Landasan Hukum

Masalah magang, khususnya magang di dalam negeri, selama ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. Per.22/Men/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai ketrampilan atau keahlian tertentu. Masalah magang juga telah diatur dalam UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pasal 21 – 30. Kalau kita baca seluruh isi peraturan tentang magang tersebut di atas, sebenarnya, program magang yang disebut oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah tercakup dalam kedua peraturan tersebut. Lalu, apakah adanya rencana mengeluarkan aturan mengenai magang menunjuk pada sesuatu yang berbeda dengan aturan sebelumnya?

Praktek Magang

Penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA Pusat Analisis Sosial Bandung dan FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia) pada tahun 2010 mengenai Hubungan Kerja Kontrak dan Outsourcing Buruh Industri Metal di 3 Provinsi yaitu Kepulauan Riau, Jawa Barat dan Jawa Timur menemukan beberapa pekerja yang berstatus ‘peserta magang’ di beberapa perusahaan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Mereka disalurkan oleh lembaga-lembaga Penyedia Jasa Pekerja, yang beberapa diantaranya menyebut dirinya sebagai Lembaga Pelatihan dan Perekrutan.

Tetapi, magang yang ditemukan dalam penelitian ini berbeda samasekali dengan magang yang tampaknya dimaksudkan oleh Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar dalam siaran persnya. Menteri Tenaga Kerja secara jelas menyebutkan bahwa magang dimaksudkan untuk melatih calon tenaga kerja agar memiliki keahlian dan ketrampilan yang matang sehingga mudah terserap di dunia kerja. Sementara itu, magang yang ditemukan dalam penelitian ini tidak lain merupakan praktek penyediaan jasa pekerja atau penyaluran tenaga kerja biasa. Para peserta magang adalah para pekerja yang telah memiliki pengalaman kerja selama bertahun-tahun. Penelitian ini bahkan menemukan perusahaan di Jawa Barat dan Jawa Timur yang memPHK pekerjanya yang semula berstatus tetap/ kontrak, kemudian mengalihkan hubungan kerjanya kepada perusahaan penyalur tenaga kerja dan statusnya berubah menjadi ‘peserta magang’. Para pekerja ini kemudian kembali bekerja di perusahaan yang sama, mengerjakan pekerjaan yang sama, tetapi dengan status yang berbeda, yaitu ‘peserta magang’.

Titik kritis dari masalah magang yang selama ini telah berjalan dan ditemukan dalam penelitian tersebut terutama pada hak dan kewajiban ‘peserta magang’ dan perusahaan yang menggunakan pekerja yang bersatatus magang. Dalam pasal 15 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. Per.22/Men/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri dikatakan bahwa peserta magang berhak mendapatkan uang saku dan uang transport. Ini berarti, bila dilihat dari sisi pengusaha, pengusaha tidak punya kewajiban untuk membayar upah peserta magang sebesar minimal UMK/UMP (Upah Minimum Kota/Kabupaten/ Upah Minimum Propvinsi). Di sisi lain, penyelenggara magang atau pengusaha berhak untuk memanfaatkan hasil kerja peserta magang. Ini berarti, dalam hal peserta magang bekerja di bagian produksi, maka perusahaan boleh menjual hasil produksi buruh yang bersangkutan. Lalu apa bedanya dengan produk yang dihasilkan oleh buruh tetap/ kontrak? Tidak ada. Kedua kelompok buruh ini menghasilkan barang yang sama; yang membedakan keduanya adalah hak yang diterima oleh kedua kelompok buruh tersebut. Secara umum, buruh magang menerima upah, tunjangan dan fasilitas yang jauh lebih kecil daripada buruh tetap.

Dari temuan penelitian di atas, tampak jelas adanya kesenjangan antara ‘esensi’ tujuan magang yaitu mempersiapkan tenaga kerja agar memiliki ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, dengan praktek yang terjadi selama ini yang tidak lain adalah praktek penyaluran tenaga kerja. Ini berarti magang menjadi salah satu mekanisme yang diterapkan perusahaan, dan disahkan lewat UU, untuk mengurangi biaya produksi dengan mengorbankan buruh.

Kembalikan ke prinsip awal magang

Temuan penelitian AKATIGA Pusat Analisis Sosial Bandung dan FSPMI jelas menunjukkan bahwa para ‘peserta magang’ rentan tidak terpenuhi hak-haknya sebagai pekerja, terutama hak mendapatkan upah minimum bagi yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun. Adanya peraturan tentang magang juga tampaknya diamnfaatkan oleh pengusaha untuk mendapatkan buruh murah.

Di sinilah perlunya pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja terhadap praktek-praktek magang yang ada selama ini. Magang harus dikembalikan pada tujuan semula yang merupakan bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai ketrampilan atau keahlian tertentu; dan tidak disimpangkan semata-mata untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah.

Sumber : http://akatiga.org